SEPATU BARU Oleh: Atiq Ni’matus Sa’adah Sepatu baru yang kubeli waktu itu. Tak memberi kesan apa-apa buatku. Meskipun untuk memutuskan membelinya, aku butuh waktu yang lama. Memeriksa setiap bagiannya apakah benar-benar rapi. Memastikan tidak ada sedikitpun kecacatan melekat padanya. Mencobanya berulangkali sampai benar-benar merasa nyaman dan pas. Hingga akhirnya memutuskan untuk membelinya. Tapi setelah kubeli dan kukenakan beberapa hari setelahnya, ada yang berubah dari sepatu ini. Kenyamanan yang pertama kali kurasakan saat di toko itu, telah hilang. Entah kemana kenyamanan itu melenyap. Dulu saat aku mencobanya di toko, aku rasa nyaman sekali hingga aku meminangnya. Aku mencoba untuk tetap merasa nyaman dan bersikap biasa saja akan ketidaknyamanan ini. Namun, ketidaknyamanan ini terus menggerayangi kakiku. Hingga aku sungguh tak tahan ingin melepasnya. Alhasil, aku melepaskannya dan kembali memakai sepatu lamaku. Sepatu lama yang meski
Berpuisi merupakan salah satu upaya mengungkapkan gejolak yang dialami oleh jiwa